Pada tahun 1973, sekelompok pemuda/i dari Halmahera Utara dan Ternate sebanyak 27 orang tiba di Salatiga. Mereka adalah kelompok kedua yang diurus oleh Gereja Masehi Injili di Halmahera (GMIH) untuk studi di UKSW dengan beasiswa NHK Belanda. Kelompok pertama sebanyak 3 orang sudah tiba setahun sebelumnya (19 72). Karena jumlah mahasiswa utusan GMIH suda memadai (berjumlah 30 orang), maka pada tahun 1974 mereka kemudian melepaskan diri dari Himpunan Mahasiswa Maluku (HIMMA) yang sudah lama berdiri dan mengorganisir dari di dalam suatu wadah yang diberi nama “Persekutuan Mahasiswa GMIH”. Walaupun salah seorang di antara kelompok mahasiswa itu beragama Islam, tetapi nama GMIH tetap digunakan sebagai penunjuk identitas. Oleh karena mahasiswa yang beragama Islam itu juga utusan GMIH. Organisasi ini mengukuhkan Bpk.Drs. Gultom (PR III kala itu) selaku penasehat atau pelindung.
Sejak itu, setiap tahun calon-calon mahasiswa utusan GMIH terus berdatangan, meskipun jumlahnya tidak lagi sebesar tahun 1973. Pada pertengahan dekade 80-an, ada beberapa keluarga yang berasal dari Halmahera datang ke Salatiga, baik dalam status mahasiswa maupun sebagai pegawai atau pensiunan. Oleh perkembangan itu, maka nama organisasi kemudian diubah menjadi “Persekutuan Mahasiswa dan Keluarga GMIH” dan selanjutnya berubah lagi dengan nama “Persekutuan Mahasiswa dan Keluarga Maluku Utara” (PMKMU). Kata GMIH diganti dengan Maluku Utara karena ada beberapa orang yang bukan warga GMIH tetapi ingin melibatkan diri di dalam organisasi ini. Malah ada seorang juga yang beragama islam. Pada tahun 1987 pernah menggunakan nama “Persekutuan Warga Halmahera”, yang membuat kaos dengan nama itu. Namun, kemudian nama PMKMU lebih sering digunakan.
Berdasakan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam PMKMU, maka pada tahun 2001, PMKMU merubah sistem persekutuan kekeluargaan menjadi suatu organisasi yang professional. Dalam usaha yang demikian, disepakati untuk merubah nama menjadi “Kerukunan Masyarakat Moloku Kie Raha (KEMAMORA). Kata Moloku Kie Raha dipakai dengan mempertimbangkan identitas cultural.
Sejak itu, setiap tahun calon-calon mahasiswa utusan GMIH terus berdatangan, meskipun jumlahnya tidak lagi sebesar tahun 1973. Pada pertengahan dekade 80-an, ada beberapa keluarga yang berasal dari Halmahera datang ke Salatiga, baik dalam status mahasiswa maupun sebagai pegawai atau pensiunan. Oleh perkembangan itu, maka nama organisasi kemudian diubah menjadi “Persekutuan Mahasiswa dan Keluarga GMIH” dan selanjutnya berubah lagi dengan nama “Persekutuan Mahasiswa dan Keluarga Maluku Utara” (PMKMU). Kata GMIH diganti dengan Maluku Utara karena ada beberapa orang yang bukan warga GMIH tetapi ingin melibatkan diri di dalam organisasi ini. Malah ada seorang juga yang beragama islam. Pada tahun 1987 pernah menggunakan nama “Persekutuan Warga Halmahera”, yang membuat kaos dengan nama itu. Namun, kemudian nama PMKMU lebih sering digunakan.
Berdasakan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam PMKMU, maka pada tahun 2001, PMKMU merubah sistem persekutuan kekeluargaan menjadi suatu organisasi yang professional. Dalam usaha yang demikian, disepakati untuk merubah nama menjadi “Kerukunan Masyarakat Moloku Kie Raha (KEMAMORA). Kata Moloku Kie Raha dipakai dengan mempertimbangkan identitas cultural.